Breaking News

AKTIVIS VS AKTIVIS AKADEMISI | PERTAMA KULIAH OFFLINE SETELAH PANDEMI

AKTIVIS VS AKTIVIS AKADEMISI

 PERTAMA KULIAH OFFLINE SETELAH PANDEMI



           Mahasiswa adalah manusia yang bebas menentukan jalan, arah serta tujuan dalam usaha menggapai apa yang dicita-citakannya. Kalo kita artikan lebih spesifik mereka yang mengambil peran penting dalam kehidupan masyarakat, Bangsa dan Negara dan bisa dikatakan sebagai agent of changes atau sebagai agen perubahan. Maka tidak dapat dipungkiri bahwa kata “mahasiswa” dan “sosial” adalah satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Bagaimanapun mahasiswa sebagai generasi intelektual harus terjun dan berbaur dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

          Dalam dunia kampus, kata Aktivis dan Akademisi adalah kata yang tidak asing lagi bagi kita. Dalam suatu ilmu yang disebut Antropologi Kampus, mahasiswa dikategorikan menjadi tiga jenis yakni mahasiswa Aktivis, Akademisi dan Hedonis. Namun sampai saat ini, Hedonis seakan-akan telah tereliminasi dalam kehidupan perkuliahan. Maka tidak heran jika Aktivis dan Akademis menjadi peran utama dalam kesehariannya. Aktivis dinilai sebagai golongan yang kurang kasih sayang, karena suka melakukan aksi demo yang tidak jelas dan hanya untuk sekedar mencari perhatian. Sedangkan Akademisi dinilai sebagai golongan yang kudet alias kurang update, karena tidak mau berinteraksi dengan keadaan sosial yang berada di luar jendela kelas. Sungguh aneh bin ajaib mendengar kritik-kritik mereka yang saling menjatuhkan satu sama lain. Tapi satu hal yang pasti dan harus disadari, bahwa pada kenyataannya baik Aktivis atau Akademisi memiliki kedudukan yang sama. Aktivis dan Akademisi adalah sama-sama mahasiswa, sama-sama manusia, dan sama-sama makan nasi. 

           Berbicara tentang aktivis, bukanlah sesuatu yang baru dan terdengar asing dalam kehidupan masyarakat. Aktivis telah menjadi bagian dari sejarah dalam membawa perubahan pada sistem kekuasaan dan pemerintahan di negeri ini. Salah satu aksi luar biasa yang pernah dilakukan oleh kelompok aktivis dalam catatan sejarah Indonesia ketika mereka menggulingkan rezim pemerintahan masa Orde Baru yang banyak terjadi penyimpangan dan tidak memihak pada rakyat. Sebagai masyarakat Indonesia, tentunya kita patut berterima kasih dan mengapresiasi sikap kritis dan mental pemberani mereka dalam memperjuangkan hak rakyat. Meski berada dalam situasi bahaya dan mengancam jiwa mereka pada waktu itu, tetapi para aktivis muda itu tak pernah merasa gentar dalam melawan pemerintah. 

           Dalam ruang lingkup Mahasiswa, Aktivis adalah mereka yang aktif dalam berorganisasi. Namun tidak sedikit yang salah dalam mengartikannya, terkadang Aktivis dinilai sebagai golongan yang sibuk berorganisasi, suka demo-demo yang tidak jelas, dan kuliah dijadikan nomor sekian. Perlu diingat bahwa tidak semua Aktivis seperti yang telah disebutkan. Banyak dari golongan Aktivis yang menyandang prinsip ”Aktivis Akademisi” artinya disamping aktif dan berpartisipasi dalam organisasi, mereka juga memprioritaskan akademis sebagai tanggung jawabnya sebagai seorang Mahasiswa. Banyak pula dari golongan Aktivis yang mendapatkan Indeks Prestasi Cum Laude, tetapi tidak mengurangi presentasi keaktifannya dalam berorganisasi.

           Setiap orang yang bergabung dalam suatu lembaga dan organisasi yang bertujuan untuk memperjuangkan hak orang lain disebut aktivis.  Aktivis perempuan misalnya, mereka dikenal dengan visi dan misinya dalam menyuarakan kesetaraan gender serta memperjuangkan hak-hak perempuan yang sering menjadi korban diskriminasi yang belakangan ini terjadi hampir di seluruh pelosok negeri. Aktivis HAM dikenal sebagai orang-orang yang bergerak dalam masalah hak asasi manusia.  Selain itu juga muncul aktivis LGBT (lesbian, gay, biseksual, dan transgender), yang berusaha memperjuangkan keinginan kaum lesbi dan homo agar diperbolehkan menikah dengan sesama jenis. Sementara aksi unjuk rasa yang dilakukan oleh para Aktivis sendiri bukanlah aksi yang semata-mata untuk mencuri perhatian, bukan pula tindakan anarki yang membabi buta, mereka punya alasan yang realistis di balik aksinya. Mereka yang dibilang Aktivis tidak akan turun ke jalan, jika Audiensi dan negosiasi diterima. Jika tidak maka unjuk rasa adalah pilihan terakhir bagi mereka. Mereka tidak akan memberikan sesuatu yang salah mendarah daging dalam kehidupan masyarakatnya. Lagi pula memperjuangkan suara rakyat itu bukanlah suatu hal yang salah.

           Bagi seorang aktivis, masa pandemi bukanlah sebuah tantangan bagi mereka untuk tetap berproses dengan cara mengisi waktu luang dengan bergabung dalam lembaga, organisasi atau komunitas yang ada di dalam dan di luar kampus. Secara nasional, pemerintah pusat sudah memberikan sinyal tentang skenario tatanan normal baru sebagai skema lanjutan untuk kita menjalani kehidupan di tengah Covid-19. Artinya kita diminta untuk berdamai dengan Covid-19. Oleh karena itu kegiatan tetap dilakukan sembari membiasakan untuk tetap mengikuti protokol kesehatan baik itu dengan memakai masker, tidak bersentuhan, sering mencuci tangan, membawa hand sanitizer, dan menjaga jarak sosial. Kebiasaan inilah yang disebut dengan The New Normal. Situasi pandemi ini menuntut kita agar mendayagunakan kreativitas dan lebih banyak berinovasi untuk tetap produktif. Sebagai organisasi pergerakan, kita tidak boleh menyerah begitu saja, banyak cara serta hal baru yang dapat kita lakukan. Sebagai kaum intelektual dalam menjalankan aktivitas kerja organisasinya, varian baru bisa kita munculkan agar setiap proses dalam organisasi tetap berjalan. Atas dasar inilah agenda kegiatan tetap dilakukan juga aneka kegiatan virtual seperti diskusi dan lain sebagainya. 

           Disisi lain, Mahasiswa yang menyandang kata Akademisi juga tidak selamanya pasif. Akademisi adalah mereka yang fokus terhadap bidang Akademiknya, Tetapi bukan berarti mereka lupa terhadap tanggung jawab sosialnya. Tidak sedikit dari mereka yang dapat berinteraksi dan terjun ke masyarakat dengan baik. Mereka bergerak dengan jalannya sendiri dan kita tak bisa menyalahkannya, karena mereka merdeka untuk menentukan segala bentuk kontribusinya. Hal tersebut menunjukkan bahwa Akademisi mempunyai jalan sendiri dalam menuangkan aspirasinya ke dunia luar. Tidak mendapat izin dari orang tua, fokus terhadap kuliah saja, tidak merasa cocok dengan pergerakannya, merupakan rasionalisasi dari mereka yang memutuskan untuk menjadi seorang Akademisi. Sehingga terdapat keuntungan  menjadi mahasiswa akademis yaitu tidak mudah terpengaruh dengan lingkungan sekitar, dan memiliki prinsip setelah melalui pengkajian.

          Baik Aktivis atau Akademisi, masing-masing dari mereka mempunyai tujuan yang sama yakni menjadi generasi intelektual yang berguna bagi kehidupan sosialnya. Hanya saja mereka mengambil jalan yang berbeda, ketika Mahasiswa Akademisi lebih senang menggunakan waktu liburnya untuk belajar, maka Mahasiswa Aktivis mengisi waktu liburnya dengan berbagai macam agenda Organisasi. Mahasiswa aktivis juga mengikuti perkuliahan, mengerjakan tugas, membuat laporan, praktikum dan lain sebagainya. Tetapi di luar kegiatan akademik mereka, para mahasiswa aktivis ini mencoba menembus batas jendela-jendela kelas dan masuk ke dimensi lebih luas, mempunyai kesibukan lain yang membedakan mereka dengan mahasiswa kebanyakan, yang jelas bukan kesibukan mengejar akademik kampus saja tentunya. Semua ini untuk mengembangkan diri mereka sekaligus mereka juga belajar untuk menjadi mahasiswa yang tidak hanya memikirkan diri sendiri, melainkan belajar untuk peduli, mengabdi, berkontribusi, dan berpartisipasi. Lalu siapa yang terbaik diantara keduanya? Maka pribadi mereka sendirilah yang menentukan.


Oleh : Ahmad Mujaab Syafiq A

Editor : Denny Ramadhani

Tidak ada komentar